Wednesday, June 20, 2012

Esai


Kata esai diturunkan dari bahasa Perancis essayer yaitu “mencoba” atau “berusaha”. Dalam bahasa Inggris, essay pertama kali berarti “sebuah usaha”, dan ini masih menjadi sebuah makna alternatifnya. Michel de Montaigne (1533–1592) adalah pengarang pertama yang menyatakan karyanya sebagai esai; ia memakai istilah ini sebagai tanda kalau ia “berusaha” menuangkan pikirannya dalam tulisan, dan esainya tumbuh dari pemikirannya sendiri. Di inspirasi oleh karya Plutarch, yaitu sebuah terjemahan Oeuvres Morales (Moral works) menjadi bahasa Perancis dan diterbitkan oleh Jacques Amyot, Montaigne mulai menulis esai-esainya tahun 1572; edisi pertama, berjudul Essais, diterbitkan dalam dua volume tahun 1580. Untuk sisa hidupnya, ia terus merevisi esai yang sudah diterbitkannya dan menyusun yang baru. Esai Francis Bacon, diterbitkan dalam bentuk buku tahun 1597, 1612, dan 1625, adalah karya pertama dalam bahasa Inggris yang pertama menyebut dirinya esai. Ben Jonson pertama memakai kata esais dalam bahasa Inggris tahun 1609, menurut Kamus Oxford.
Esais Inggris mencakup Robert Burton (1577-1640) dan Sir Thomas Browne (1605-1682). Di Italia, Baldassare Castiglione menulis mengenai masalah perkawinan dalam esainya Il libro del cortegiano. Di abad ke-17, Baltasar Gracian menulis tema kebijaksanaan. Pada zaman pencerahan, esai menjadi alat para polemikawan yang ingin meyakinkan pembaca mengenai posisi mereka; mereka juga ditampilkan dalam kebangkitan sastra periodik, seperti dalam karya Joseph Addison, Richard Steele, dan Samuel Johnson. Pada abad ke 18 dan 19, Edmund Burke dan Samuel Taylor Coleridge menulis esai untuk masyarakat umum. Awal abad ke 19 muncul gerakan dalam seni dan budaya menggunakan esai (misalnya TS Eliot). Sementara sebagian esais menggunakan esai untuk tema-tema politik, Robert Louis Stevenson dan Willa Cather menulis esai yang lebih ringan. Virginia Woolf, Edmund Wilson, dan Charles du Bos menulis esai kritik sastra.
Seperti dengan novel, esai ada di Jepang beberapa abad sebelum dikembangkan di Eropa, dengan genre esai yang disebut zuihitsu – yaitu esai yang berhubungan tidak erat dan gagasan-gagasan terpotong – yang ada sejak hampir awal sastra Jepang. Banyak karyaw paling terkenal sastra Jepang termasuk genre ini. Contoh terkenal antara lain The Pillow Book (c. 1000) oleh hakim Sei Shonagon, dan Tsurezuregusa (1330) oleh pendeta Buddha Yoshida Kenko. Kenko menyatakan tulisan pendeknya sama dengan Montaigne dengan merujuknya sebagai “pikiran yang tidak masuk akal” ditulis dalam “jam-jam kurang pekerjaan”. Perbedaan lain dari Eropa adalah kalau wanita secara tradisional menulis di Jepang, walaupun tulisan yang lebih resmi dan dipengaruhi China dari penulis pria lebih dihargai saat itu.
Di negara seperti Amerika Serikat, esai telah menjadi bagian utama pendidikan formal. Pelajar sekolah menengah di negara-negara ini diajarkan format esai terstruktur untuk meningkatkan kemampuan menulis mereka, dan esai sering dipakai oleh universitas di negara ini dalam memilih mahasiswa. Di pendidikan menengah dan tinggi, esai digunakan untuk menilai pemahaman dan penguasaan atas bahan. Mahasiswa diminta menjelaskan, berkomentar, atau menilai sebuah topik studi dalam bentuk esai. Dalam beberapa mata kuliah, mahasiswa sering diminta menulis satu atau lebih esai yang disiapkan selama beberapa minggu atau bulan. Selain itu, dalam bidang seperti humaniora dan ilmu sosial, ujian tengah semester dan ujian akhir sering meminta mahasiswa menulis esai pendek dalam dua atau tiga jam.
Di negara-negara ini, esai akademis, yang dapat disebut juga “paper”, biasanya lebih formal daripada jenis sastra. Ia masih mengizinkan presentasi sudut pandang penulis sendiri, namun dilakukan secara logis dan faktual, dengan memakai perspektif orang pertama. Esai akademis yang lebih panjang (Sering dengan batas kata 2 ribu hingga 5 ribu kata) sering lebih diskursif. Ia kadang dimulai dengan analisis rangkuman singkat atas apa yang sudah ditulis mengenai sebuah topik, yang sering disebut sebagai tinjauan pustaka.
Sumber: wikipedia
Bacaan lanjut:

No comments:

Post a Comment