Friday, January 28, 2011

Contoh Landasan Teori : Teori Motivasi dan Kewirausahaan

Motivasi adalah sistem proses konseptual yang kompleks dimana tindakan-tindakan dinyatakan dengan bantuan berbagai konsep belajar. Motivasi dikatakan sebagai prasyarat dari semua tindakan. Tindakan untuk menjadi seorang wirausaha pada gilirannya adalah motivasi kewirausahaan yang terdiri dari sikap-sikap wirausaha. Dengan mengukur berbagai teori motivasi dan sikap, menjadi mungkin bagi kita untuk memperoleh gambaran dan pemahaman mengenai prasyarat untuk menjadi seorang wirausaha. Teori motivasi kemudian menciptakan landasan bagi perilaku wirausaha (Budiono, 1998:91).
Motivasi dapat diklasifikasikan sebagai keadaan mental individual yang tertanam pada situasi tertentu dan karenanya motivasi menunjukkan arah fungsi individual. Sambil menganalisa motif dan motivasi, kita mencari alasan tertentu perilaku seseorang. Alasan seperti mengapa kita berperilaku tertentu. Jawaban atas pertanyaan ini tampaknya tergantung pada nilai-nilai yang terkait dengan masyarakat, sekolah atau bidang keilmuan tertentu dan perlu diperhatikan bahwa motivasi dapat terdiri dari beberapa motif individual. Dalam kasus tertentu mungkin ada beberapa gaya yang mendorong sebuah tindakan; sebagai contoh kewirausahaan dapat didorong serentak oleh motif kinerja dan keinginan berkuasa (Sulaiman, 1985:198; Kusumo, 1998:36-38).
Menurut Sulaiman dan Kusumo (1987:102), beberapa peneliti memberikan kesan kalau bagian utama motif dapat diterapkan pada motif instrumental (wirausaha sebagai mata pencarian), motif ekspresif (wirausaha memberi emosi, hiburan dan nilai), dan motif pertumbuhan pribadi (mempertajam keahlian, kemajuan mental sebagai manusia). Sulaiman (1985:105-108) berpendapat bahwa kebutuhan manusia dapat menjadi alasan bagi motif, namun akarnya dapat berada dimana saja. Kebutuhan adalah sekelompok motif yang berbeda dan mereka dapat dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu kebutuhan untuk menopang, kebutuhan untuk ikut serta dan kebutuhan untuk berkembang. Kebutuhan untuk menopang pada dasarnya mencakup kebutuhan-kebutuhan dasar seperti rasa lapar, haus, seksual dan keamanan. Hubungan dengan orang penting, dukungan mental, cinta dan keinginan untuk menolong atau bersaing adalah aspek kategori “kebutuhan untuk ikut serta”. Kebutuhan untuk berkembang berhubungan dengan diri sendiri dan karenanya memiliki unsur-unsur seperti kemandirian, pemenuhan diri atau kebutuhan untuk menunjukkan (Kusumo, 1998:51).
Budiono (1998:89) menekankan bahwa persepsi dari lingkungan membuat individu menunjukkan sikap dan keyakinan. Hal ini kembali mengukur citra yang dimiliki wirausahawan. Keyakinan positif tampak membawa pada sikap yang positif, dan sebaliknya pula. Sumber dari berbagai keyakinan atau sikap dapat diturunkan dari persepsi dan citra diri ataupun dari masukan eksternal (Budiono, 1989:89). Perlu ditekankan bahwa keyakinan kembali merupakan persepsi yang cukup subjektif dan dapat beraneka ragam tergantung individunya.
Bila kita membandingkan sikap dan motivasi, adalah mungkin menyatakan bahwa motivasi tergantung pada situasi, sementara sikap relatif stabil, jangka waktunya lebih lama dan berubah dengan perlahan. Sementara itu, motivasi tampak berjangka pendek dan biasanya melekat pada satu kesempatan saja. Sikap tampaknya memiliki pengaruh lebih besar pada mutu tindakan dan menjadi cara individu menilai dan berhadapan dengan lingkungan. Karenanya bila seseorang merasa berhasil dalam bidang tertentu, ia lebih mungkin memiliki sikap yang positif padanya, dan paling mungkin memiliki lebih banyak usaha dan ingin meningkatkan dirinya dengan cara demikian (Kusumo, 1998:42)
A. Jenjang Kebutuhan Maslow
Seorang manusia dapat melakukan sesuatu namun ia tidak dapat dipaksa untuk ingin melakukan hal tersebut. Keinginan muncul didalam diri manusia dan motivasi adalah gaya internal yang membuat manusia berfungsi. Teori yang berhubungan dengan motivasi yang paling terkenal salah satunya adalah hirarki kebutuhan Abraham Maslow dimana kebutuhan dikategorikan dalam hubungan berjenjang. Kebutuhan ini antara lain kebutuhan fisiologis, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan dan kebutuhan pemenuhan diri. Kebutuhan kelas yang lebih tinggi hanya aktif bila kebutuhan tingkat bawah telah terpenuhi. Tingkat terbawah jenjang ini adalah kebutuhan fisiologis dan yang tertinggi adalah pemenuhan diri, pengetahuan dan pemahaman (Timpe, 1986:25-34; Sulaiman dan Kusumo, 1987:97-103).
Teori Maslow dikritik karena fakta bahwa jenjangnya tidak harus relevan dalam artian bahwa menurut sebagian ilmuan, kadangkala mungkin saja bagi seseorang memperoleh tingkat yang lebih tinggi tanpa harus memenuhi tingkat bawah lebih dahulu (Prent, 1995:196). Seniman, politikus atau atlet merupakan contoh orang-orang seperti ini. Walau demikian, teori Maslow telah mendapatkan tempat karena ia mampu menunjukkan bahwa kebutuhan biologis lainnya juga mengendalikan fungsi-fungsi manusia.
B. Teori Dua Faktor Herzberg
Teori dua faktor Herzberg berurusan dengan faktor akibat dan motivasional. Teori ini menempatkan kebutuhan-kebutuhan dengan mendefinisikan kebutuhan yang dapat dipenuhi dengan kinerja yang baik. Hipotesis utama teori Herzberg adalah fakta bahwa faktor yang dipenuhi memotivasi kinerja yang efektif, sementara faktor yang tidak terpenuhi tidak mampu memotivasinya. Teori dua faktor menjelaskan dua dimensi dasar pekerjaan, yaitu akibat eksternal dan pekerjaan itu sendiri. Seorang wirausaha dapat tidak merasa puas dengan akibat eksternal yaitu konstruksi berjenjang, namun dapat merasa puas dengan pekerjaan itu sendiri. Di sisi lain, seseorang dapat merasa bahagia dengan lingkungannya dan kondisi ruang kerjanya namun motivasi kerja dan hasilnya dapat saja tidak mendukung (Sulaiman, 1985:34).
Faktor-faktor motivasional yang menciptakan kepuasan dapat berupa prestasi, penghargaan, tanggung jawab, kemajuan atau pertumbuhan mental. Di sisi lain, faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan adalah tidak adanya pengendalian, arahan, status dan keamanan. Berdasarkan hal ini, dapat dikatakan bahwa pekerjaan yang menantang, beraneka ragam dan menarik dapat memotivasi pekerja dengan baik (Prent, 1995:69). Herzberg menerapkan teori dua faktornya terutama dalam mempelajari motivasi kerja karyawan sehingga tidak dapat diterapkan langsung dalam motivasi kewirausahaan.
C. Teori McGregor
Teori McGregor membagi manusia kedalam dua golongan. Teori X dan Y McGregor berdasarkan pada konsep manusia dimana manusia pada asalnya merupakan pekerja yang sangat malas lalu kemudian mereka memiliki keinginan alamiah untuk bekerja dan berusaha. Karenanya seseorang mau bekerja hanya karena ia terpaksa atau tidak punya sesuatu, atau di sisi lain persepsi dan motifnya untuk bekerja berasal dari keinginan positifnya sendiri untuk bekerja. Sulaiman dan Kusumo (1987:102) menyatakan bahwa motif-motif tersebut dapat dibagi menjadi motif instrumental, motif ekspresif dan motif pertumbuhan mental. Wirausaha pada khususnya tampaknya memiliki motif ekspresif (kemandirian, individualitas, kepuasan kerja) sebagai motif yang paling dominan. Selain itu, motif pertumbuhan mental yang merupakan keinginan untuk meningkatkan gagasan, inovasi atau kreativitas diri sendiri juga tertanam pada kewirausahaan. Motif instrumental tampaknya bukan merupakan motif utama dalam konteks ini.
D. Teori Kebutuhan McClelland
Kebutuhan manusia tertanam pada rencana konkrit kehidupan seperti pekerjaan, pendidikan, keluarga dan sebagainya. Rencana dan tujuan mencerminkan nilai dan saat hasil dari tindakan atau proses tertentu mengubah tujuan, tekanan perubahan juga mempengaruhi nilai. Teori motivasi pencapaian juga menekankan kompleks nilai yang tampaknya berhubungan langsung dengan kewirausahaan yang berhasil. Menurut McClelland, keinginan besar untuk menunjukkan adalah ciri umum wirausahawan. Tampilannya antara lain keinginan untuk pemenuhan diri dan keberhasilan serta keinginan untuk mengambil tanggung jawab tindakan diri sendiri. Resiko dihitung dan ada kebutuhan untuk memperoleh respon langsung dan konkrit dari segala jenis hasil. Selain itu, bagi karakteristik ini, alamiah untuk mengatur jangka waktu yang ketat dan mendorong diri sendiri melakukan tindakan inovatif (Sulaiman, 1985:34; Sulaiman dan Kusumo, 1987:101; Ratmaningsih, 1993:68-69).


No comments:

Post a Comment